Jumat, 25 Februari 2011

tugas softskill bahasa indonesia 2

Perbedaan karangan Ilmiah, Semi Ilmiah dan Non-Ilmiah


Nama : Laura Neliana
NPM : 10208726
Kelas : 3 EA 10

I. Latar Belakang
Brotowidjoyo menjelaskan karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Karangan ilmiah dapat juga berarti tulisan yang didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/keilmiahannya (Susilo, M. Eko, 1995:11).
Karangan ilmiah adalah laporan tertulis dan publikasi yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Terdapat berbagai jenis karangan ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau simposium, dan artikel jurnal yang pada dasarnya semua itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan.
Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karangan ilmiah biasa dijadikan acuan (referensi) ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya. Isi (batang tubuh) sebuah karangan ilmiah harus memenuhi syarat metode ilmiah. Menurut John Dewey ada 5 langkah pokok proses ilmiah, yaitu (1) mengenali dan merumuskan masalah, (2) menyusun kerangka berpikir dalam rangka penarikan hipotesis, (3) merumuskan hipotesis atau dugaan hasil sementara, (4) menguji hipotesis, dan (5) menarik kesimpulan.
Di perguruan tinggi, khususnya jenjang S1, mahasiswa dilatih untuk menghasilkan karangan ilmiah, seperti makalah, laporan praktikum, dan skripsi (tugas akhir). Yang disebut terakhir umumnya merupakan laporan penelitian berskala kecil tetapi dilakukan cukup mendalam. Sementara itu makalah yang ditugaskan kepada mahasiswa lebih merupakan simpulan dan pemikiran ilmiah mahasiswa berdasarkan penelaahan terhadap karangan-karangan ilmiah yang ditulis pakar-pakar dalam bidang tertentu yang dipelajari. Penyusunan laporan praktikum ditugaskan kepada mahasiswa sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan menyusun laporan penelitian. Dalam beberapa hal, ketika mahasiswa melakukan praktikum, ia sebetulnya sedang melakukan verifikasi terhadap proses penelitian yang telah dikerjakan ilmuwan sebelumnya. Kegiatan praktikum didesain pula untuk melatih keterampilan dasar untuk melakukan penelitian.
II. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah, yaitu apa perbedaan karangan ilmiah,semi ilmiah dan non-ilmiah serta apa ciri-cirinya.

III. Pembahasan
Karangan merupakan suatu kegiatan menulis usulan yang benar berupa suatu pernyataan-pernyataan berupa fakta, kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari sebuah fakta, dan juga merupakan suatu pengetahuan.


A. Karangan Ilmiah
Karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengatahun yang menyajikan fakta umum dan menurut metodologi panulisan yang baik dan benar, ditulis dengan bahasa konkret, gaya bahasanya formal, kata-katanya tekhnis dan didukung dengan fakta umum yang dapat dibuktikan benar atau tidaknya.
Secara ringkas, ciri-ciri karya ilmiah dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Objektif.
Keobjektifan ini tampak pada setiap fakta dan data yang diungkapkan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak dimanipulasi. Juga setiap pernyataan atau simpulan yang disampaikan berdasarkan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, siapa pun dapat mengecek (memvertifikasi) kebenaran dan keabsahannya.
2. Netral.
Kenetralan ini bisa terlihat pada setiap pernyataan atau penilaian bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang bersifat mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca perlu dihindarkan.
3. Sistematis.
Uraian yang terdapat pada karangan ilmiah dikatakan sistematis apabila mengikuti pola pengembangan tertentu, misalnya pola urutan, klasifikasi, kausalitas, dan sebagainya. Dengan cara demkian, pembaca akan bisa mengikutinya dengan mudah alur uraiannya.
4. Logis.
Kelogisan ini bisa dilihat dari pola nalar yang digunakannya, pola nalar induktif atau deduktif. Kalau bermaksud menyimpulkan suatu fakta atau data digunakan pola induktif; sebaliknya, kalau bermaksud membuktikan suatu teori atau hipotesis digunakan pola deduktif.
5. Menyajikan Fakta (bukan emosi atau perasaan).
Setiap pernyataan, uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus faktual, yaitu menyajikan fakta. Oleh karena itu, pernyataan atau ungkapan yang emosional (menggebu-gebu seperti orang berkampanye, perasaan sedih seperti orang berkabung, perasaan senang seperti orang mendapatkan hadiah, dan perasaan marah seperti orang bertengkar) hendaknya dihindarkan.
6. Tidak Pleonastis
Maksudnya kata-kata yang digunakan tidak berlebihan alias hemat. Kata-katanya jelas atau tidak berbelit- belit (langsung tepat menuju sasaran).
7. Bahasa yang digunakan adalah ragam formal.
8. Penulisannya cermat, tepat dan benar serta tulus
9. Tidak mengejar keuntungan pribadi
Karangan Ilmiah di bagi dua macam yaitu : a. Ditulis Secara Ilmiah : Contohnya Skipsi, PI, Tesis
b. Ditulis secara Tidak Ilmiah : Contohnya Makalah

B. Karangan Semi Ilmiah
Karangan Semi Ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan. Penulisannyapun tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah. Penulisan yang baik dan benar, ditulis dengan bahasa konkret, gaya bahasanya formal, kata-katanya tekhnis dan didukung dengan fakta umum yang dapat dibuktikan benar atau tidaknya atau sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi Jenis karangansemi ilmiah memang masih banyak digunakan misal dalam opini, editorial, resensi, anekdot, hikayat, dan karakteristiknya berada diantara ilmiah.
ciri-ciri karangan diantaranya:
1. Ditulis berdasarkan fakta pribadi
2. Fakta yang disimbulkan subjektif
3. Gaya bahasa firmal dan populer
4. Melebih-lebihkan sesuatu
5. Mementingkan diri penulis
6. Usulan Bersifat Argumentatif
7. bersifat Persuasif
8. Tidak memuat hipotesis
9. Mudah dimengerti
Contoh dari Karangan semi ilmiah diantaranya: Artikel, Editorial, Opini, Tips dan Resensi Buku
C. Karangan Non-Ilmiah
Karangan Non Ilmiah (Fiksi) adalah Satu ciri yang pasti ada dalam tulisan fiksi adalah isinya yang berupa kisah rekaan. Karangan non-ilmiah ditulis berdasarkan fakta pribadi, dan umumnya bersifat subyektif. Bahasanya bisa konkret atau abstrak, gaya bahasanya formal dan populer, walaupun kadang-kadang juga formal dan teknis.
Ciri-cirinya antara lain:
1. Ditulis berdasarkan fakta pribadi
2. fakta yang disimpulkan bersifat subyektif
3. Gaya bahasa konotaif dan populer
4. Tidak memuat Hipotesis
5. Penyajian dibarengi dengan sejarah
6. Bersifat Imajinatif
7. Situasi di dramatisir
8. Bersifat Persuasif
9. Kata-katanya sukar di mengerti
10. Melebih-lebihkan demi kepentingan pribadi
11. Topik bervariasi
Karangan Non Ilmiah di bagi dua macam yaitu :
a. Ditulis Secara Ilmiah :Contohnya Biografi, Otobiografi
b.Ditulis Tidak Secara Ilmiah :Contohnya Novel, Cerpen
IV. Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan perbedaan-perbedaan yang dapat dicermati dari beberapa aspek. Pertama, karangan ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif adalah adanya kesesuaian antara fakta dan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau observasi. Kedua, karangan ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode atau cara-cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi. Ketiga, dalam pembahasannya, karangan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah. Dengan kata lain, ia ditulis dengan menggunakan kode etik penulisan karangan ilmiah. Perbedaan-perbedaan inilah yang dijadikan dasar para ahli bahasa dalam melakukan pengklasifikasian.
Selain karangan ilmiah dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, terdapat juga karangan yang berbentuk semiilmiah/ilmiah populer. Sebagian ahli bahasa membedakan dengan tegas antara karangan semiilmiah ini dengan karangan ilmiah dan nonilmiah. Finoza (2005:193) menyebutkan bahwa karakteristik yang membedakan antara karangan semiilmiah, ilmiah, dan nonilmiah adalah pada pemakaian bahasa, struktur, dan kodifikasi karangan. Jika dalam karangan ilmiah digunakan bahasa yang khusus dalam di bidang ilmu tertentu, dalam karangan semiilmiah bahasa yang terlalu teknis tersebut sedapat mungkin dihindari. Dengan kata lain, karangan semiilmiah lebih mengutamakan pemakaian istilah-istilah umum daripada istilah-istilah khusus. Jika diperhatikan dari segi sistematika penulisan, karangan ilmiah menaati kaidah konvensi penulisan dengan kodifikasi secara ketat dan sistematis, sedangkan karangan semiilmiah agak longgar meskipun tetap sistematis. Dari segi bentuk, karangan ilmiah memiliki pendahuluan yang tidak selalu terdapat pada karangan semiilmiah.
Berdasarkan karakteristik karangan ilmiah, semiilmiah, dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, yang tergolong dalam karangan ilmiah adalah laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong karangan semiilmiah antara lain artikel, feature, kritik, esai, resensi; yang tergolong karangan nonilmiah adalah anekdot, dongeng, hikayat, cerpen, cerber, novel, roman, puisi, dan naskah drama.
Karya nonilmiah sangat bervariasi topik dan cara penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum. Karangan nonilmiah ditulis berdasarkan fakta pribadi, dan umumnya bersifat subyektif. Bahasanya bisa konkret atau abstrak, gaya bahasanya nonformal dan populer, walaupun kadang-kadang juga formal dan teknis. Karangan nonilmiah bersifat (1) emotif: kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi, (2) persuasif: penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative, (3) deskriptif: pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif, dan (4) jika kritik adakalanya tanpa dukungan bukti.
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Karya_ilmiah
http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/07/karya-ilmiah-dan-non-ilmiah.html
http://menulisbukuilmiah.blogspot.com/2008/10/karya-tulis-ilmiah-ciri-dan-sikap.html
http://www.penulissukses.com/penulis38.php

tugas softskill bahasa indonesia 2

Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif dalam Proses Berfikir yang Dikaitkan Pemakaian Berbahasa


Nama : Laura Neliana
NPM : 10208726
Kelas : 3 EA 10

I. Latar Belakang
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Menurut Jujun Suriasumantri, Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu.
Penalaran dibagi menjadi dua, yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi.
Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.
Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika deduktif dengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum.
Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umum. Pada abad ke-19, Adams dan LeVerrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik).

II. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah, yaitu apa perbedaan penalaran deduktif dan penalaran induktif.


III. Pembahasan
A. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Pada induksi kita berjalan dari bukti naik ke undang. Pada cara deduksi adalah sebaliknya. Kita berjalan dari Undang ke bukti. Kalau kita bertemu kecocokan antara undang dan bukti, maka barulah kita bisa bilang, bahwa undang itu benar.
Kalau kita sudah terima, bahwa semua benda kehilangan berat dalam semua cair, maka kita ambil satu benda dan satu zat cair buat penglaksanaan. Kita ambil sepotong timah, kita timbang beratnya di udara. Kita dapat B gram. Kita masukkan timah tadi ke dalam air. Kita timbang beratnya air yang dipindahkan oleh timah tadi, kita dapati b gram. Menurut undang Archimedes timah tadi mesti kehilangan berat b gram. Jadi ditimbang dalam air, beratnya menurut Archimedes mestinya (B-b) gram. Sekarang kita ambil beratnya dan timbangan timah yang terbenam tadi. Betul kita dapat (B-b) gr. Jadi betul cocok dengan undang Archimedes. Sekarang induksi sudah beralasan deduksi, kebenaran undang sudah di sokong oleh penglaksanaan.
B. Penalaran Induktif
Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.
Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum
Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
Jalan induksi mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang memeriksa cuma satu bukti saja dan jalan yang menghitung lebih dari satu, tetapi boleh dihitung semuanya satu persatu. Induksi mengandaikan, bahwa karena beberapa (tiada semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka sekalian bukti lain yang sejenis dengan dia benar.
Buat contoh masyarakat Yunani, masyarakat yang sebenarnya merintis kesopanan manusia. Lama sudah terpendam dalam otaknya Archimedes, pemikir Yunani yang hidup 250 tahun sebelum Masehi, Menurut undang Archimedes, maka kalau benda yang padat (solid) terbenam pada barang cair, maka benda tadi kehilangan berat sama dengan berat zat cair yang dipindahkan oleh benda itu.Tegasnya kalau berat Archimedes di luar air umpamanya B gram dan berat air yang dipindahkan oleh badan Achimedes b gram, maka berat Archimedes dalam air tidak lagi B gram, melainkan (B-b) gr.
Dengan contoh dirinya sendiri sebagai benda dan air sebagai barang cair, maka simpulan yang didapatkan Archimedes dalam tempat mandi itu belumlah boleh dikatakan undang. Semua benda dalam alam, kalau dicemplungkan ke dalam semua zat cair mestinya kekurangan berat sama dengan berat-zat cair yang dipindahkan oleh benda itu. Kalau semuanya takluk pada kesimpulan tadi, barulah kesimpulan itu akan jadi Undang dan barulah Archimedes tak akan dilupakan oleh manusia sopan, manusia yang betul-betul terlatih sebagai bapak undang itu.
IV. Simpulan
Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan induktif. Dimana lebih lanjut penalaran deduktif terkait dengan rasionalisme dan penalaran induktif dengan empirisme. Secara rasional ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak. Karena itu sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara, Penjelasan sementara ini biasanya disebut hipotesis.
Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya, kemudian pada tahap pengujian hipotesis proses induksi mulai memegang peranan di mana dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah suatu hipotesis di dukung fakta atau tidak. Sehingga kemudian hipotesis tersebut dapat diterima atau ditolak.
Maka dapat disimpulkan bahwa nalar deduktif dan nalar induktif diperlukan dalam proses pencarian pengetahuan yang benar.

Daftar Pustaka

http://filsafat.kompasiana.com/2010/08/22/nalar-induktif-dan-nalar-deduktif/
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembuktian_melalui_deduksi
Jujun S, Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Pustakan Sinar Harapan, Jakarta, 2003
Pustaka web site. www.id.wikipedia.com
Tan Malaka, MADILOG. Pusat Data Indikator, Jakarta, 1999